Anak Koruptor
(turun dari mobil)
Ayah : “Belajar yang baik ya, Nak. Nanti pulangnya sendiri saja, sepertinya Ayah pulang malam.”
Alin : “Iya, yah..” (berjalan menuju kelas)
(teman-teman menghampiri Alin)
T1 : “Lin, nanti ajarin Fisika, ya..”
Alin : “Hmm.. Boleh..”
T2 : “Eh, Lin, nanti pulang sekolah ngerjain tugas Matematika bareng yuk?”
Alin : “Eh, iya, ada tugas Matematika ya.. Ayo ngerjain bareng!”
Mia : “Hih, mentang-mentang anak bupati, banyak dideketin temen-temen!”
T3 : “Eh, kamu kenapa, Mia?”
Mia : “Itu tuh! Aku sebel banget ngeliat kelakuan si Alin itu! Mentang-mentang dia anak bupati, jadi belagu, sok pinter!”
T3 : “Oh.. Si Alin.. Tapi dia emang pinter kok..”
Mia : “Ih, kamu kok malah ngebela Alin?”
T3 : “Ya emang kenyataannya gitu. Buktinya, dia selalu ranking 1 di kelas.”
Mia : “Ah! Terserah!” (sambil pergi)
Di dalam kelas..
Bu Guru : “Anak-anak, hari ini Ibu akan membagikan hasil ulangan Biologi yang telah kalian kerjakan minggu kemarin. Nilai kalian cukup memuaskan, dan bahkan ada 1 siswa yang mendapat nilai sempurna.”
(suasana menjadi ribut)
T2 : “Wah.. Pasti Alin deh yang dapat nilai 100.”
Alin : “Hmm.. Gak tau ah, soalnya kemarin aku ada jawaban yang ragu-ragu.”
T3 : “Pasti Alin!”
Mia : “Alin? Aku kali! Aku bener-bener yakin pas ulangan minggu kemarin!”
T3 : “Hmm.. Kita tunggu pengumumannya aja deh.”
Bu Guru : “Sudah, tidak usah ribut! Ibu akan membagikan hasilnya sekarang. Dan yang mendapat nilai 100 adalah... Alin Anindi! Selamat ya!”
(murid-murid bertepuk tangan)
Mia : “Hah? Kenapa bukan aku?”
T1 : “Kamu hebat, Lin!”
T2 : “Wah, selamat ya, Lin!”
Alin : “Iya. Makasih banyak.”
(istirahat)
T3 : “Eh, kamu kenapa sih dari tadi murung terus?”
Mia : “Aku lagi kesel banget! Ulangan yang tadi cuma salah nulis satu nama ilmiah aja! Jadi cuma Alin yang dapet nilai 100!”
T3 : “Kamu tuh kenapa sih, ngiri terus sama Alin?”
Mia : “Ahhhh.. Aku kan pernah bilang, dia itu belagu dan sok pinter! Lagian aku bukannya ngiri ke dia!”
(di rumah Alin)
Ayah : “Alin, tumben hari ini kamu tidak mengerjakan tugas sekolah?”
Alin : “Udah beres kok, yah. Ayah kenapa pulangnya malam?”
Ayah : “Ini, tadi di kantor ada pengangkatan asisten baru.”
Alin : “Oh, ya?”
Ayah : “Iya, namanya Pak Dodo. Oh, iya. Katanya, anaknya satu sekolah sama kamu.”
Alin : “Kelas apa, yah?”
Ayah : “Hmm.. Kalau tidak salah 9A.”
Alin : “Hah? Namanya siapa? Alin kan kelas 9A juga!”
Ayah : “Duh, ayah lupa lagi namanya. Tapi kalau tidak salah namanya Nia Aurifa..”
Alin : “Ohh.. Bukan Nia, yah! Tapi Mia! Iya, dia sekelas sama Alin.”
Ayah : “Ya sudah, sekarang kamu tidur dulu, sudah malam.”
(keesokan harinya di sekolah)
Alin : “Mia..”
Mia : “Apa?!” (sinis)
Alin : “Emm.. Kata ayahku, kemarin ayah kamu diangkat jadi asisten ayahku..”
Mia : “Terus? Kamu mau nyombongin diri, gara-gara ayah kamu jadi atasan ayah aku?”
Alin : “Aku ga maksud gitu, Mia.”
(Mia pergi meninggalkan Alin)
Setelah berselang beberapa bulan, persaingan antara Alin dan Mia di kelas semakin ketat. Walaupun Alin sering lebih unggul daripada Mia, Mia tetap berusaha untuk bisa mengalahkan Alin.
(suatu hari di rumah Alin)
Alin : “Duh, udah jam segini kok Ayah belum pulang? Padahal aku mau nanyain tugas.”
(Alin pun menelfon ayahnya)
Alin : “Assalamu’alaikum. Ayah, kenapa Ayah belum pulang?”
Ayah : “Wa’alaikumussalam. Maaf, Lin. Sepertinya hari ini Ayah pulang larut malam.”
Alin : “Kenapa, yah? Padahal Alin ingin menanyakan tugas..”
Ayah : “Maaf ya, Lin. Ayah sibuk. Sudah dulu, ya.”
(telfon pun ditutup)
Alin : “Ayah kenapa, sih? Tidak seperti biasanya.”
(Pagi harinya, Alin masih tidak melihat sosok ayahnya. Ia pun berangkat sekolah sendirian)
(Saat di perjalanan menuju kelas, teman-temannya tidak seperti biasanya. Tidak ada seorang pun yang menyapa Alin)
(Saat tiba di kelas, teman-temannya pun bertingkah tidak seperti biasanya. Mereka menghindar dari Alin)
Mia : “Duh, hati-hati, ya.. Jangan deket-deket dia, bahaya!”
Alin : “Maksud kamu apa?”
T1 : “Haduh, jangan pura-pura, deh!”
T2 : “Kamu itu sok polos banget, Lin!”
Alin : “Ada apa, sih?”
T3 : “Nih! Gak usah pura-pura!” (menyodorkan koran)
(Alin membuka lembaran koran tersebut)
Alin : (membaca judul berita) “Bupati Diduga Korupsi?!”
Teman-teman : “Huuuuuu!! Dasar anak koruptor!”
(Alin pun berlari keluar kelas)
(Di rumah Alin)
Alin : “Ini gak mungkin! Ayah gak mungkin kayak gitu! Apa ini penyebab Ayah tidak pulang kemarin?”
(Beberapa minggu, prestasi Alin menurun, nilai-nilai nya menurun. Ia terus terbayang Ayahnya)
Bu Guru : “Ya, yang mendapat nilai 100 pada ulangan kali ini adalah.. Mia Aurifa!”
(murid-murid bertepuk tangan)
Mia : “Yeah! Akhirnyaaaa!”
T3 : “Selamat ya!”
T1 : “Kamu hebat, Mia!”
(Di kamarnya,Alin sedang duduk termenung membayangkan ayahnya yang tidak ada kabar. Beberapa saat kemudian..)
-bunyi HP-
Alin : “Ayah? (mengangkat telefon) Ayah? Ini ayah?”
Ayah : “Iya, Lin! Ini Ayah! Maafkan Ayah, Lin..”
Alin : “Ayah dimana? Kenapa tidak pulang?”
Ayah : “Pasti kamu sudah mendengar beritanya.. Tapi sekarang Ayah sudah bebas dari tuduhan itu, Lin! Sebentar lagi Ayah pulang! Ayah akan ceritakan nanti!”
(Beberapa jam kemudian..)
Ayah : “Assalamu’alaikum..”
Alin : “Ayah? Alhamdulillah Ayah bisa pulang! Berita itu tidak benar kan, yah?”
Ayah : “Alhamdulillah, Lin. Berita itu tidak benar! Maaf Ayah tidak pulang beberapa minggu ini.”
Alin : “Lalu, kenapa bisa ada berita seperti itu?”
Ayah : “Ada yang memfitnah Ayah, Lin. Untungnya ada bukti bahwa orang itu memfitnah Ayah.”
Alin : “Siapa yang tega memfitnah Ayah seperti itu?”
Ayah : “Pak Dodo, Lin.. Asisten Ayah..”
Alin : “Pak Dodo? Maksud Ayah, Ayahnya Mia?”
Ayah : “Iya, Lin. Sudah, tidak usah terlalu dipikirkan, yang penting kita bisa berkumpul lagi.”
Alin : “Iya, yah.”
(Keesokan harinya di sekolah, saat Alin memasuki kelas, teman-temannya pun langsung menghampiri Alin)
T1 : “Lin, maafkan aku, ya, ternyata berita itu salah. Maaf aku sering mengejekmu sebagai ‘Anak Koruptor’.”
T2 : “Iya, Lin, maafkan aku juga.”
T3 : “Aku juga, Lin. Maaf kita semua jadi menjauhimu.”
Alin : “Iya, sudah aku maafkan.”
(Mia berjalan lemas menuju Alin)
Mia : (menangis) “Alin, maafkan aku.. Aku sering menghinamu, menjauhimu, dan menyombongkan diriku, padahal kamu gak salah sama sekali. Maafkan ayahku juga, ya.. Aku gak tau kenapa hal ini bisa terjadi..”
Alin : “Sudahlah, Mia. Ini bukan salah kamu.. Aku turut sedih atas apa yang menimpa ayahmu. Kamu yang sabar ya..”
Mia : “Iya, Lin. Terima kasih..”
Sejak kejadian itu, Mia merubah sikapnya menjadi lebih baik, terutama pada Alin. Alin pun kembali mendapatkan nilai-nilai yang tinggi di kelasnya. Walaupun Ayah Mia dipenjara, Mia tetap sabar karena Alin yang kini menjadi sahabatnya selalu memberikan motivasi untuknya.
***
Nama : Lulu Asmi Lathifah S.
Kelas : XI-Aksel
Comments
Post a Comment